Sahabat, bagaimana kabarmu hari ini? Apakah harimu secerah mentari pagi tadi?
Atau sedang dirundung duka sepekat kabut sore ini?
Kau tak mendengarku? Seperti ada tulisan “aku sedang sedih, jangan ganggu aku” di kening lebarmu itu. Tatapan kosong, dengan wajah datar tak berekspresi.
Apa yang kau lihat di pojok sana? Ruang ini kosong, sahabat… Hanya seonggok debu panas di sudut-sudutnya. Hanya binatang kecil yang sibuk bolak – balik menyambung hidup.
Lihat aku, sahabat. Aku di sini, untukmu. Untuk menghapus dukamu…
Lihat aku, sahabat. Aku di sini, untukmu. Ingin melihatmu meraih mimpi – mimpimu…
Lihat aku, sahabat. Aku di sini, untukmu. Rindu dengan cerita – cerita hidupmu…
Lihat aku, sahabat. Aku di sini, untukmu. Kita taklukkan rumus – rumus pahit manis kehidupan…
Mengapa kau diam? Ada yang salah denganku? Tatapan matamu nanar, menyiratkan sebuah pesan yang aku sendiri tak mampu menangkapnya. Apa yang terjadi padamu? Seorang telah menyakitimu? Katakan kepadaku! Tak ku biarkan ia membuatmu jatuh seperti ini.
Aku semakin bingung dengan keadaan ini. Melihat seorang sahabatku duduk di pojok dengan tatapan nanar dan seolah menggenggam sesuatu yang tak ingin dilepas. Tak satu pun pertanyaanku kau jawab. Aku seperti bicara dengan batu. Percuma.
Sahabat, ayolah. Jawab pertanyaanku. Siapa yang menyakitimu?
Tetap saja kau membisu di pojok sana. Di kursi kayu tua yang begitu ringkih. Wajahmu tetap pucat. Tak satu pun kata yang terucap dari bibirmu. Tak ada gerakan. Tak ada semangat kehidupan yang aku lihat dari wajahmu. Tak ada kelincahan terpancar lewat tingkah – tingkah lugumu.
Bagaimana mungkin engkau seperti ini?
Apa yang terjadi ketika aku pergi? Bukankah kita telah berjanji akan mewarnai papan kehidupan setelah aku kembali? Bukankah kau akan menyambutku dengan segelas cokelat panas di taman tempat dulu kita bermain?
Aku mendekat, dari ujung pintu ku berdiri. Menyapu debu – debu panas dengan langkah raguku. Wajahmu semakin terlihat pucat. Pucat pasi. Tak ada harapan sepertinya. Aku terlambat. Aku terlalu lama pergi. Membiarkan kau menyembunyikan tangisan – tangisan di balik senyummu kemarin.
Maafkan aku, sahabat.
Komentar
Posting Komentar